Thursday, 13 November 2014

MEMBANGUN BANGSA, MERAJUT KEINDONESIAAN

Berikut ini nukilan buku Biografi A.R. Baswedan (Menteri Muda Penerangan Kabinet Sjahrir)
Utusan Presiden Soekarno itu tiba di Mesir pada 10 Maret 1947. Menteri Muda Luar Negeri Agus Salim memimpin delegasi yang beranggotakan Menteri Muda Penerangan AR Baswedan, Sekretaris Jenderal Kementerian Agama Rasyidi, dan Mr. Nazir St. Pamuncak.

Misi mereka tak mudah: menggalang dukungan buat Indonesia. Saat itu kondisi di republik tengah genting karena Belanda berusaha membuat masalah Indonesia sebagai persoalan dalam negerinya sehingga dunia tak perlu ikut campur. Itu artinya mereka tak mengakui kemerdekaan Indonesia dan pemerintahnya.

Banyak pertemuan formal yang harus diikuti di Mesir, tapi Baswedan yang wartawan ini jengah. Ia lebih suka ngeluyur mencari informasi dan berkenalan dengan tokoh pers, sastrawan, dan tokoh masyarakat setempat.

Fasih berbahasa Arab, Baswedan gampang saja mengobrol dengan mereka soal Indonesia. Namun gaya blusukan sempat bikin Agus Salim memarahinya, meski belakangan diplomat kawakan itu mengapresiasi jurus Baswedan tersebut.

Suatu hari Abdul Mun’im, yang membantu delegasi itu bertemu tokoh-tokoh kunci di Mesir seperti Raja Farouk, datang ke hotel sambil geleng-geleng kepala. “Memang orang Indonesia ada-ada saja,” ujarnya.


Ia menunjukkan majalah Rose El Yusuf. Majalah politik terkemuka di Kairo itu memuat berita politik yang menyebut soal Indonesia.

Memang sejak kedatangan mereka, delegasi Indonesia dan misi diplomasinya jadi berita besar di surat kabar lokal. Tapi kali ini, Mun'im malah cemas dengan isinya.

Sehari sebelum majalah terbit, Baswedan mampir ke kantor redaksi dan mengobrol dengan awak majalah itu.

Redaktur majalah Rose El Yusuf dengan nada bercanda menanyakan soal Indonesia

“Apa di Indonesia ada tiang listrik dan bioskop?”
Baswedan menjawab dengan tak kalah senda guraunya.
“Indonesia tidak ada bioskop, tetapi Indonesia punya sesuatu yang tak dimiliki Mesir.”
“Apa itu?”
Baswedan menjawab, “Menteri Sosial yang wanita.”
Yang diajak bicara kaget. "Wanita jadi menteri?"
“Memang betul,” jawab Baswedan.

Yang dimaksud Baswedan adalah Maria Ulfah Santoso yang menjadi Menteri Sosial RI ke-3 pada masa Kabinet Sjahrir. Ia menggantikan AD Tjokronegoro pada 12 Maret 1946 dan digantikan oleh Soeparjo pada 26 Juni 1947.

Perempuan kelahiran Serang, Banten ini, adalah perempuan Indonesia pertama yang memperoleh gelar sarjana hukum Mesteer dari Universitas Leiden, Belanda. Maria Ulfah dan Sjahrir sudah saling mengenal sejak keduanya berada di Belanda dan sepandangan soal cita-cita emansipasi perempuan di Indonesia.

Namun obrolan soal Maria Ulfah yang dianggap main-main oleh Baswedan itu ternyata ditanggapi serius oleh sang redaktur majalah. Di tengah keheranannya ada perempuan jadi menteri, ia mengangkat informasi itu dalam sebuah artikel politik.

Terbitan terbaru Rose El Yusuf membahas masalah perempuan di Mesir. Lalu sedikit menyinggung soal delegasi Indonesia dan negeri asalnya yang punya menteri wanita.

Berita itu sempat bikin was-was delegasi dari Indonesia dan juga para pendukungnya di Mesir. Tapi terbukti langkah penunjukkan perempuan jadi menteri yang tidak biasa di kawasan Timur Tengah itu ternyata tak mempengaruhi peta dukungan terhadap Indonesia.

Mesir tetap mengakui kedaulatan Indonesia. Bahkan bersama negara-negara Liga Arab terus mendesak Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia.

Selengkapnya bisa dibaca di buku:

Judul:
Biografi A.R. Baswedan
Membangun Bangsa, Merajut Keindonesiaan
Pengarang:
Suratmin & Didi Kwartanada
Penerbit:
Penerbit Buku Kompas, 2014
Tebal:
xli+308 halaman

Related Posts by Categories



No comments:

Post a Comment

PASANG IKLAN

Cara Membuat Situs Iklan Baris